Arena Digital Studio

multimedia solution

Madura Tolak Nama SURAMADU

Diusulkan Bernama Jembatan Trunojoyo atau HM Noer

SURABAYA | SURYA – Nama Jembatan Suramadu yang menghubungkan Kota Surabaya dan Madura ada kemungkinan akan tinggal kenangan. Pasalnya, tokoh masyarakat Madura yang tergabung dalam Dewan Pembangunan Madura (DPM) secara tidak langsung menyatakan menolak nama Jembatan Suramadu.

DPM bahkan sudah mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar nama jembatan sepanjang 5.438 meter itu diubah menjadi Jembatan Trunojoyo. “Kami sepakat nama
Jembatan Suramadu diubah menjadi Jembatan Trunojoyo. Usulan ke Presiden telah kita sampaikan awal Februari lalu,” ujar Ketua Umum DPM H Achmad Zaini kepada Surya, Rabu (1/4).

Menurut Zaini, pentingnya mengubah nama Suramadu karena nama yang dipakai sekarang tak punya makna dan nilai historis apapun bagi masyarakat pulau Garam. Suramadu hanya kependekan Surabaya dan Madura. Padahal, sebagai jembatan terpanjang di Indonesia, juga di Asia Tenggara, mestinya nama yang dipilih harus mengadaptasi sejarah, tradisi, dan budaya lokal masyarakat setempat. Dan nama Trunojoyo dinilai tepat karena Trunojoyo adalah pahlawan masyarakat Madura.

Trunojoyo atau Taruno Joyo merupakan tokoh yang memimpin perjuangan masyarakat Jawa dan Madura terhadap campur tangan penjajah Belanda pada wilayah Mataram tahun 1652, ketika kekuasaan Mataram dipegang Susuhunan Amangkurat I. Dia putra bangsawan Madura, Pangeran Malujo – yang masih keturunan bangsawan Majapahit.

Karena sangat pentingnya kepahlawanan Trunojoyo bagi masyarakat Madura, forum Musyawarah Besar Masyarakat Madura ke-3 pada 2007 lalu juga sepakat mengubah nama Suramadu jadi Trunojoyo. Meski hingga kini, negara belum mengakuinya sebagai pahlawan nasional.

Kata Zaini, tokoh-tokoh Madura yang mendukung perubahan nama itu, seperti HM Noer (mantan Gubernur Jatim), Jenderal Pol (Pur) Roesmanhadi (mantan Kapolri), Laksamana Achmad Sutjipto (mantan KSAL), Letjen Ari Sudono (mantan Kabais), KH Nuruddin dari Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hikam Bangkalan, KH Warist Ilyas dari Ponpes Guluk-guluk Sumenep, Prof Sudarso Joyonegoro (mantan Rektor Unair), dan sejumlah tokoh penting lainnya.

“Meski sejumlah tokoh sudah sepakat, keputusan akhir ada pada presiden. Tapi kami berharap, sebelum 12 Juni nanti, kepastian nama Suramadu diubah atau tidak, sudah ada,” tegas Ketua Tim Pengawas Independen Pembangunan Jembatan Suramadu ini.

Bahkan sebagai upaya menjadikan Trunojoyo sebagai ikon Madura, tokoh-tokoh Madura tersebut, kata Zaini telah berhasil mengusulkan perubahan nama Universitas Bangkalan menjadi Universitas Trunojoyo (Unijoyo).

Pernyataan sama juga dilontarkan tokoh Madura HR Ali Badri Zaini.
Menurutnya, nama Suramadu sudah bagus, namun lebih bagus lagi diganti dengan nama tokoh Madura seperti Trunojoyo. Atau kalau tidak, jembatan yang bentang tengahnya berhasil disambung pada Selasa (31/3) tengah malam itu diberi nama Jembatan HM Noer, karena prakarsa pembangunan jembatan itu dilakukan oleh mantan gubernur Jatim tersebut. “Saya kira dua nama itu cukup cocok untuk dipertimbangkan sebagai nama jembatan tersebut,” jelasnya.

Di luar soal nama, Ali Badri mengharapkan terhubungnya Surabaya-Madura itu lebih meningkatkan pembangunan kawasan Madura. RH Nasir Zaini, Ketua Forum Madura Bersatu (Formabes) ketika dihubungi terpisah juga mengharapkan hal sama.

Keduanya mengimbau seluruh masyarakat Madura jangan hanya jadi penonton dalam pembangunan Madura, tetapi harus menjadi pelaku. Keduanya menyatakan tidak rela apabila pembangunan Madura diikuti kehadiran panti pijat dan tempat hiburan yang mengarah pada maksiat.

Tergantung Presiden
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V, Departemen Pekerjaan Umum, AG Ismail membenarkan adanya usulan dari DPM agar nama Jembatan Suramadu diubah menjadi Jembatan Trunojoyo. “Usulannya sudah disampaikan langsung ke Presiden. Dan semuanya tergantung pada sing mbaurekso (Presiden), setuju atau tidak,” ujarnya.

Kata Ismail, pihaknya selaku pelaksana di lapangan akan melaksanakan apapun keputusan dari pemimpin tertinggi di negeri ini.

Masih terkait nama jembatan, Ketua Komisi D (Bidang Pembangunan) DPRD Jatim Bambang Suhartono meminta semua pihak bersikap lebih arif. “Jembatan itu aset nasional. Tidak perlu dipaksakan untuk seolah-olah itu menjadi milik masyarakat Madura saja atau Surabaya saja,” jelas Bambang Suhartono, Rabu (1/4).

Nama Suramadu, menurut Bambang Suhartono sudah menasional. Bagusnya lagi nama itu bersih dari ikon dan klaim daerah, baik Surabaya atau Madura. Nama Suramadu itu lebih mencerminkan fungsi jembatan, yaitu penghubung pulau Jawa, Surabaya dengan Madura, disingkat Suramadu. “Jangan sampai fungsi jembatan tidak bisa maksimal hanya karena ribut urusan nama,” kata Bambang.

Mantan Ketua DPRD Gresik ini lalu mengingatkan tentang fungsi dan cita-cita pembangunan proyek prestisius yang menelan biaya Rp 4,5 triliun tersebut. Menurutnya, proyek yang dicanangkan sejak 2001 silam itu dicita-citakan bisa menjadi tonggak kebangkitan Madura, utamanya aspek ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. “Jadi, yang lebih penting untuk dipikirkan sekarang adalah bagaimana membuat program-program percepatan pembangunan dan peningkatan ekonomi di Madura. Kalau ini tidak dirumuskan dengan baik, investasi mahal berupa jembatan akan menjadi kurang berguna,” tuturnya.

Bambang berharap kelompok-kelompok di masyarakat, utamanya di Madura, mencari rumusan kongkret tentang arah pengembangan Madura. “Rumusan itu saya kira penting diberikan kepada empat pemkab di Madura dan pemprov. Sebab keempatnya paling bertanggung jawab untuk membuat skema pembangunan, utamanya tentang masa depan investasi di sana,” tegasnya.

Sumber dari: www.surya.co.id


var addthis_pub=”arenadigitalstudio”;
Bookmark and Share

21/06/2009 Posted by | Artikel | Tinggalkan komentar

ANSAV v2.0.40 + Update


Satu lagi Antivirus buatan anak negeri sebagai anti virus alternatif yang dapat membasmi berbagai virus lokal yang beredar sa’at ini

ANSAV v2.0.40 Downlod disini untuk Update 14/06/2009 disini

Semoga bermanfa’at.



var addthis_pub=”arenadigitalstudio”;
Bookmark and Share

21/06/2009 Posted by | Anti Virus | Tinggalkan komentar

Skin and Cosmetic Brushes 3 in 1

Brush ini digunakan untuk menghaluskan kulit, menghilangkan jerawat atau membuat kulit bisa kelihatan natural, nah bagi yang wajahnya jerawatan di brush aja pake ini maksudnya photonya yang jerawatan… Brush bisa download disini



var addthis_pub=”arenadigitalstudio”;
Bookmark and Share

21/06/2009 Posted by | Photoshop | Tinggalkan komentar

Riuh Rendah Wacana Capres

Pemilihan legislatif belum terselenggara, wacana pencalonan presiden malah sudah lebih dulu ramai. Para politisi seakan mengabaikan pemilihan legislatif. Ada indikasi, ada pihak yang memanfaatkan pilpres ini sebagai ajang balas dendam, dan ada juga yang membuatnya sekadar dagelan.

Pemilihan legislatif belum terselenggara, wacana pencalonan presiden malah sudah lebih dulu ramai
Meningkatnya suhu politik menjelang pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) sebenarnya menjadi hal yang lumrah. Namun, menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 ini, sepertinya ada sesuatu yang tidak normal dimana hingga sebulan menjelang pelaksanaan pileg, 9 April 2009, banyak masyarakat yang belum mengerti tata cara pemilihan, bahkan kapan pelaksanaannya. Tapi sebaliknya, petinggi partai dan para politisi seolah mengabaikan pileg, sibuk membicarakan pencalonan presiden.

Padahal seperti diketahui, wacana pencalonan presiden tertentu hanya akan tinggal wacana jika perolehan suara partai atau koalisi partai pendukungnya tidak memenuhi persentase seperti yang ditetapkan undang-undang. Artinya, pemilihan legislatif adalah langkah awal menuju pemilihan presiden. Tapi nyatanya, perjuangan perolehan suara partai sepertinya hanya dipasrahkan kepada masing-masing calon legislatif secara sendiri-sendiri.

Sejak tahun lalu, wacana pencalonan presiden ini sebenarnya sudah mulai marak tatkala beberapa partai mendeklarasikan nama capresnya. Seperti, Megawati Soekarnoputri, Wiranto, Sutiyoso, Sultan Hamengku Buwono X, dan Prabowo Subianto. Di samping itu, masih banyak lagi tokoh-tokoh yang diwacanakan tapi belum dideklarasikan oleh partai tertentu seperti Amien Rais, Sutrisno Bachir, Din Syamsuddin, Akbar Tandjung, dan lainnya. Sementara incumbent Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), dalam diamnya, juga turut jadi bahan wacana.

Belakangan, wacana pencalonan presiden pun semakin riuh tatkala keduanya akhirnya menyatakan bersedia dicalonkan menjadi orang nomor satu di negeri ini. Pertama-tama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan siap menjabat untuk periode kedua. Walau sebelumnya Partai Golkar selalu mengatakan akan menentukan capres pascapemilihan legislatif, tapi sebelum pileg diselenggarakan, ternyata JK juga ikut menyatakan siap dicalonkan partai yang dipimpinnya itu menjadi RI 1, berhadapan dengan Presiden Yudhoyono.

Kesediaan JK itu sempat menjadi bahan polemik di masyarakat. Ada pihak menduga bahwa pernyataan itu tak lebih dari manuver politik belaka. Bahkan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang merupakan anggota Dewan Penasihat Partai Golkar sempat menyebut pernyataan JK itu hanya move saja.

Pendapat demikian memang tidak terlalu berlebihan mengingat pernyataan JK tersebut dilatarbelakangi dorongan beberapa pimpinan DPD Partai Golkar. Dorongan yang terkesan muncul karena pengaruh pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok yang dianggap merendahkan Partai Golkar.

Ucapan Achmad Mubarok yang memperkirakan perolehan suara pemilih legislatif Golkar 2,5 persen saja membuat ada friksi dalam Partai Golkar dan Partai Demokrat. Pernyataan itu menyinggung keluarga besar Golkar, termasuk JK. Walau SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat telah mengoreksi dan meminta maaf secara terbuka atas pernyataan anggotanya, namun para pengurus Partai Golkar sepertinya belum mampu menghilangkan kekesalannya. Dalam suasana begitu, beberapa pimpinan DPD Partai Golkar pun mendatangi kediaman JK mengusulkan agar JK bersedia dicalonkan menjadi presiden pada pilpres 8 Juli 2009 nanti. Permintaan itulah yang mendorong JK menyatakan bersedia dicalonkan menjadi presiden RI 2009-2014.

Mengingat masa jabatan duet SBY-JK masih ada beberapa bulan lagi, friksi dua partai itu dikhawatirkan akan mengganggu kinerja keduanya di akhir masa jabatannya. Maka, seakan menjawab kekhawatiran masyarakat tersebut dan berhubung Wapres JK juga belum sempat bertemu dengan Presiden SBY sejak kepulangannya dari lawatan ke beberapa negara pertengahan Februari lalu, JK pun menemui SBY di kediaman pribadinya di Puri Indah Cikeas. Karena diadakan ditengah adanya polemik tadi, pertemuan SBY-JK itu pun tetap menimbulkan multitafsir. Salah satunya ialah pertemuan itu ditafsirkan dalam kapasitas sebagai calon presiden yang diusung partai masing-masing untuk mempertegas posisi ‘tidak bersama pun kita bisa’. Lagipula, sejak pernyataan kesediaannya, keseriusan JK mengikuti kompetisi calon presiden semakin terlihat.

Walaupun tidak dinyatakan secara tegas, tapi dia kelihatannya mulai melakukan pendekatan dengan beberapa partai. Misalnya, akhir Februari silam, dia bertandang ke Kantor Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan melakukan pertemuan dengan Presiden PKS Tifatul Rum Sembiring serta Ketua Dewan Syuro PKS, yang juga Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.

Beberapa hari kemudian, persisnya pada Minggu (1/3), saat memberikan pengarahan pada Rapat Akbar Pimpinan Partai Golkar Sulawesi Selatan di Makassar, JK dengan yakin mengatakan mampu mengemban amanah menjadi capres yang dimandatkan partainya. Bahkan, dia merasa bisa berbuat lebih baik dari kinerja pemerintahan saat ini. “Pemerintahan SBY- JK sudah baik, tapi saya merasa bisa lebih baik lagi,” ujarnya dengan penuh keyakinan. Dia menegaskan, bahwa dia bisa bekerja lebih cepat dengan arah yang yang lebih jelas.

Begitu maraknya wacana pencalonan presiden khususnya pencalonan Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, sehingga masyarakat pun mengelompokkan calon-calon presiden itu dengan istilah Blok sesuai dengan inisial mereka yakni Megawati yang diistilahkan dengan Blok M, Susilo Bambang diistilahkan dengan Blok S, dan Jusuf Kalla dengan istilah Blok J.

Di antara belasan capres yang diwacanakan selama ini, ketiga calon di atas memang silih berganti dijagokan beberapa survei. Sehingga gerak-gerik mereka pun selalu diperhatikan kemudian diulas oleh para pengamat dan politisi. Seperti, dengan siapa partai pendukung capres tersebut merapat atau hendak berkoalisi. Sebab seperti keyakinan beberapa pengamat, tidak satu pun capres sekarang ini yang bisa memenangkan pilpres tanpa berkoalisi dengan partai lain.

Dari pengamatan selama ini, kubu PDIP atau Blok M sudah sejak lama membuat pendekatan dengan beberapa tokoh untuk pendamping Megawati sebagai wakil presiden, pendamping yang diharapkan bisa menambah perolehan suara pada pilpres nanti. Kubu Partai Demokrat atau Blok S juga diyakini secara intens sudah melakukan pendekatan terhadap beberapa partai dan tokoh, termasuk terhadap Partai Golkar dan Jusuf Kalla sendiri. Sedangkan kubu Partai Golkar atau Blok J sendiri seperti disebutkan di atas, telah melakukan pendekatan-pendekatan terhadap beberapa partai seperti PKS dan PPP.

Mengenai kans dari ketiga kubu ini, sedikit banyak bisa terlihat dari pembicaraan tokoh-tokoh partai tersebut dalam diskusi bertema Fenomena Blok M, S, dan J dalam politik Indonesia di kantor DPP Partai Golkar, Selasa (3/3) lalu yang diikuti oleh Presiden PKS Tifatul Sembiring, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung, Ketua DPP Partai Golkar Burhanuddin Napitupulu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Syarief Hasan, dan Ketua DPP PPP Emron Pangkapi.

Sebelumnya, dalam kesempatan itu Tifatul mengatakan, PKS belum mau memastikan dukungan ke Partai Golkar untuk mengusung JK sebagai capres, dengan alasan, belum adanya kepastian dari Partai Golkar mengenai siapa yang secara resmi diusung partai Golkar. “Kami masih menganggap ada dua suara di Golkar. Ada yang menginginkan JK capres ada yang tetap menjadi cawapres dengan SBY,” katanya. Tifatul mengakui, berkoalisi dengan Partai Golkar cukup menggiurkan. Namun, pihaknya belum bisa memastikan dukungan terhadap Blok J selama kepastian tersebut belum ada.

Menanggapi itu, Burhanuddin mengatakan Blok J muncul karena persoalan yang tidak bisa dijembatani SBY – JK. Tantangan yang dihadapi masyarakat, kata Burhanuddin, semakin sulit. “Pemerintahan sekarang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Kita butuh pemimpin yang cepat bertindak dan kepemimpinan yang kuat,” katanya.

Menurut Burhanuddin, komitmen JK menjadi capres tidak bisa ditarik kembali. Apalagi, dukungan dari DPD terus mengalir. Komitmen JK, kata Burhanuddin tidak main-main.

Namun, Tifatul mengatakan, komitmen JK tak cukup. Yang PKS butuhkan adalah kepastian dukungan dari mesin politik. “Harus ada kepastian dukungan secara organisasi. Kalau itu ada, berarti capres yang diusung benar-benar diperjuangkan oleh semua aktivis Partai Golkar,” katanya.

Tifatul mengatakan, PKS tak ingin apa yang terjadi pada Pemilu 2004 terulang lagi. Dimana saat itu, hasil konvensi Partai Golkar memutuskan Wiranto – Solahuddin Wahid sebagai pasangan capres, namun kader Golkar justru beralih ke duet SBY – JK.

Benar seperti pendapat Tifatul, Partai Golkar memang diakui masih solid. Namun, dalam pencalonan JK sebagai capres, kesungguhan seluruh aktivis Golkar harus dipastikan. Karena, menurut pengamatan Berita Indonesia, popularitas JK di mata masyarakat sedikit lebih rendah dibanding SBY maupun Megawati.

Sementara peluang dari Blok M, dalam forum yang sama, Pramono Anung mengatakan kans Megawati semakin naik dengan pencalonan JK. Karena menurutnya, kelompok masyarakat yang puas dengan pemerintahan saat ini menjadi terpecah dua yakni kepada SBY dan JK. Karena itulah dia optimis, Megawati akan memenangkan pilpres kali ini.

Namun, dengan agak sombong, Burhanuddin mengatakan, Partai Golkar itu laksana madu. Ia didambakan oleh partai mana pun. “Bagi Golkar, sangat mudah untuk mengajak PPP, PKS, dan partai-partai lainnya untuk bergabung. Kalau PDIP, jelas sulit,” katanya.

Sedangkan dari kubu Partai Demokrat, Syarief Hasan mengatakan, Demokrat masih optimis partai tersebut akan mendapat hasil signifikan. “Pak SBY masih menjadi pemimpin yang diinginkan rakyat, seperti pada 2004 lalu,” katanya.

Demikian ketiga blok saling menjagokan partai dan capresnya. Di luar tiga blok tersebut di atas, menambah riuhnya wacana pencalonan presiden ini, belakangan muncul lagi Blok Perubahan di bawah bayang-bayang mantan Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli yang juga gencar mengiklankan diri sebagai calon presiden. Gerakan blok yang terdiri dari partai-partai baru ini sepertinya menyiratkan gerakan asal bukan SBY.

Lagi-lagi menambah riuh, artis Dedy Mizwar juga ikut menyatakan diri siap jadi calon presiden pada Pemilu 2009 ini, entah serius atau hanya dagelan, artis yang populer dengan nama Naga Bonar ini seakan mengikuti kejutan yang pernah dibuat oleh aktivis Rizal Mallarangeng sebelumnya. MS (Berita Indonesia 65)


var addthis_pub=”arenadigitalstudio”;
Bookmark and Share

21/06/2009 Posted by | Artikel | Tinggalkan komentar